Meluangkan
waktu untuk menulis...
Suatu
kali saya pergi ke gereja, dalam masa tri hari suci kala itu. Saya terkesan
oleh homili yang dibawakan oleh seorang Romo waktu itu.
Tentang
cinta.
Terkisah,
sepasang suami-istri yang telah lama menantikan seorang anak. 10 tahun lamanya.
Suatu ketika mereka pergi ke sebuah tempat ziarah untuk berdoa. Ketika akan
pulang, ibu itu didatangi seorang nenek tua yang meminta sedekah, karena iba,
sang ibu pun memberinya. Kemudian nenek tersebut berkata ,"semoga ibu
segera mendapat momongan". Dengan tercengang ibu itu pun meng-Amin-i. Tak
lama, benarlah ibu tersebut mengandung. Sembilan bulan lamanya sampai ibu itu
pun melahirkan. Seorang putri yang cantik. Sang ayah yang melihat putrinya,
dipandanginya paras cantiknya, kemudian ketika melihat salah satu tangan
putrinya, ia pun tercengang.. Salah satu tangannya lebih kecil daripada tangan
yang satunya. Tak sempurna. Ayahnya tak kuasa untuk menahan tangisnya melihat keadaan
fisik anaknya. Setelah dimandikan dan diselubungi kain. Anak itupun dibawa ke
ibunya. Sang ibu terlihat bahagia melihatnya. Kemudian tanpa berkata apapun,
sang ayah membuka kain yang membalut tubuh putrinya. Tak lama terlihat oleh
sang ibu, bahwa kondisi anaknya tidak sempurna. Namun dengan tegar sang ibu
berkata,"anak ini beruntung karena dilahirkan ditengah keluarga kita,
karena ada kita yang siap untuk mencintainya. "
Dari
cerita tersebut, dapat kita ambil suatu nilai yaitu "mencintai -
meskipun" bukannya “mencintai – karena”. Seperti suami-istri tersebut
mencintai anaknya meskipun anaknya terlahir dengan kondisi yang kurang
sempurna. Berbeda dengan mencintai - karena. Mencintai karena biasanya dilihat
ketika kita melihat suatu kelebihan seseorang dan menyukainya. Aku mencintai
kamu karena kamu baik, cantik, pintar atau sebagainya. Semua itu bisa berubah
atau hilang mungkin. Ketika kamu sudah menjadi tua kamu tidak lagi cantik,
sudah mulai pikun dan sebagainya. Mencintai karena, kita mencari alasan dulu
untuk bisa mencintai seseorang. Namun dengan "mencintai meskipun"
berarti menerima segala kelebihan serta kekurangan, dan mau mendorong terus
yang dicintainya agar bisa menjadi lebih baik.
Begitu
pula yang dilakukan Yesus, ia rela menderita dan wafat dikayu salib, karena ia
mencintai kita, bukan karena kebaikan kita, ia mencintai kita meskipun kita
berdosa. Ia rela menderita dan wafat disalib agar hubungan kita dengan Bapa dan
sesama menjadi kembali baik, setelah dosa-dosa kita ditebus-Nya.
Semoga
makna peringatan Paskah kali ini tidak segera hilang dari pribadi kita
masing-masing meskipun sudah lewat beberapa minggu lalu.
Semoga
cerita ini dapat menjadikan inspirasi bagimu... God bless… ^^